=====================================================
"Kenapa sih lu nggak bisa berubah??"
"Apa lagi yang mesti gua rubah?? Lu nggak sadar, selama ini gua udah berusaha untuk jadi seperti apa yang lu mau. Jujur gua capek, gua capek jadi orang lain!!"
"Ooh, jadi maksud lu apa?? Lu pengen putus dari gua??"
"Terserah lu!!"
Reza melangkahkan kakinya, berlalu begitu saja meninggalkan Dewi yang masih penuh emosi. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat, seolah seluruh darahnya sedang saling berkejaran dengan sangat cepat. Perlahan, Reza mulai menteralkan lagi emosinya. Dihembuskannya nafas panjang berulang-ulang sambil terus melangkah ntah kemana.
Pikirannya kacau, hatinya kacau, semuanya kacau. Reza terus saja melangkah, membiarkan kakinya memilih langkahnya sendiri. Matanya menerawang jauh, berusaha menepis pertengkaran yang baru saja terjadi antara dirinya dan Dewi. Harusnya Reza tidak menjadikan ini sebagai masalah yang besar, karena mereka sudah terlampau sering bertengkar sejak mereka pacaran. Tapi kali ini Reza benar-benar muak, dia muak dengan hubungan yang seolah dibangun tanpa cinta, muak dengan semua kebohongan yang selalu dia lakukan.
***
"Gua ribut lagi dengan Dewi," Reza mulai bercerita ke Doni, sahabatnya.
"Ooo" Doni menjawab santai.
"Kok cuma O??"
"Ya terus apa?? Bukannya lu sering berantem ama dia??"
Reza diam. Doni benar, dan Reza pun kembali tak bisa menjawab pertanyaan dari sahabatnya.
"Lu nggak capek ribut terus dengan Dewi??" Doni akhirnya mulai bersikap lunak ke Reza.
"Gua pengen putus dari dia Don!!"
"Kenapa??"
"Gua ngerasa kalau ini bukan cinta, gua ngerasa kalau selama ini gua tu hanya jadi badutnya dia aja, nggak lebih. Gua ngak bisa jadi diri gua sendiri karena gua selalu nurutin apa yang dia mau. Gua capek!!"
Doni tersenyum lega mendengar pengakuan jujur dari sahabatnya. "Bukannya lu sendiri yang waktu itu milih dia sebagai pacar lu??"
"Gua terlalu cepat ngambil kesimpulan kalo gua cinta sama dia. Padahal waktu itu sebenarnya gua hanya tertarik karena dia cantik, nggak lebih. Ahh, bodoh banget sih gua." keluh Reza sambil menutupi wajahnya dengan tangannya sendiri.
"Trus sekarang, gimana perasaan lu ke dia??" Doni kembali bertanya.
"Gua ilfeel sama dia. Semakin gua mikirin dia, bukannya gua semakin cinta, tapi gua semakin kesel. Dan kayaknya, dia juga nggak pernah cinta ama gua," Reza menjawab pasrah.
"Nah lu sendiri, selama lu pacaran lu pernah cinta nggak ama dia??"
"Nggak tahu. Yang gua rasain waktu gua jalan bareng dia tu, gua cuma bangga aja. Bayangin aja, gua bisa jalan ama Dewi, cewek cantik di kampus kita. Siapa sih yang nggak bangga??"
Doni menghela nafas panjang sambil geleng-geleng kepala. Ternyata sahabatnya satu ini belum berubah, masih menganggap remeh urusan cinta.
"Jangan geleng-geleng aja lu, kasih saran kek. Nggak kasihan apa liat gua sengsara gini," Reza mulai geram melihat tingkah sahabatnya.
"Cinta itu bukan takdir Za, tapi pilihan. Lu yang milih orang lain untuk jadi pasangan lu, itu berarti lu siap menerima dan siap berbagi dengan orang tersebut. Cinta bukan takdir karena cinta bukan hanya permainan hati, tapi juga permainan logika. Kalo cuma karena takdir, ya kayak lu itu jadinya. Lu menjadikan orang lain pasangan lu tanpa mikir jauh, tanpa lu yakinin diri lu apakah lu bener-bener cinta atau nggak sama dia. Makanya jangan cuma pake hati, tapi lu juga harus pake logika biar lu nggak nyesel."
Reza diam mendengarkan nasehat sahabatnya. Sesekali kepalanya manggut-manggut, membenarkan apa yang barusan dia dengar.
"Kita yang pegang kendali Za. Jangan cinta yang mengendalikan kita, tapi kita yang harus mengendalikan cinta. Biar kita bisa memilih orang yang tepat, orang yang juga cinta ama kita, orang yang juga bisa menerima kita apa adanya. Itulah kenapa, cinta itu pilihan, pilihan hati dan logika kita" Doni menyudahi nasehatnya sambil tersenyum.
"Jadi hubungan gua ama Dewi gimana??" Reza kembali bertanya.
"Ya itu terserah lu. Kalo Dewi emang bener-bener pilihan lu, cewek yang menurut lu pantas untuk lu cintai, yaudah pertahanin. Tapi kalo nggak, yaudah putus aja."
"Enteng banget sih lu ngomong putus??"
"Ya iyalah, lha wong itu bukan masalah gua, ngapain gua harus pusing." Doni menjawab sambil tertawa lebar.
"Dasar semprul!!"
*91'91*
"Cinta itu pilihan hati dan logika"
ReplyDeletehemm, nice post teman :)
Salam kenal....Kunjung balik ke blog saya yah....Terimakasih!!!
ReplyDeleteSetuju dan sependapat bahwa cinta itu adalah pilihan hati dan logika ...
ReplyDelete